Minggu, 08 Maret 2015

Sejauh Itukah Kamu?

Kita bermula dengan menaiki tangga, bersamaan. Menapaki satu demi satu anak tangga beriringan. Pelan-pelan naik dan naik berharap segera melihat puncak tangga diatas sana. Walaupun jauh, tak masalah, karna kita berjalan bersama.

Ditengah jalan, kau sangat bersemangat. Aku sedang beristirahat sejenak, terdiam duduk dalam salah satu anak tangga. Dan kau tetap berjalan tanpa lelah, kau bilang akan menungguku nanti. Jadi hanya aku yang beristirahat sejenak, melepas lelah.

Sadar-sadar, kau sudah sangat jauh. Aku terlonjak dan berlari mengejarmu. Berteriak, memanggil-manggil. Tunggu! Kau tak dengar. Menoleh pun tidak. Aku tak bisa mendekat. Kau sudah sangat jauh, padahal aku hanya beristirahat sebentar. Satu anak tangga kunaiki, dua anak tangga kau naiki.

Kau begitu antusias dengan apa yang ada di atas sana. Dan lupa akan aku yang tertinggal jauh. Langkahku semakin pelan, berpikir aku tak mampu mengejarmu. Aku melihat kebawah, apakah lebih baik aku turun saja? Tapi kau dulu bilang kita akan sama-sama sampai di atas sana. Jadi, mungkinkah kau akan menungguku suatu saat? Dan menyambutku dengan uluran tangan serta senyuman?

Aku berpikir mana yang lebih baik? Mundur? Atau terus maju? Tapi kau tampak tak bisa lagi dijangkau. Semakin jauh, dan terus menjauh. Bagaimana jika aku lelah? Tapi aku tak bisa--atau tak mau turun. Tak mungkin.

Lalu kuputuskan untuk biarkan keadaan begini. Biar aku berjalan di belakangmu. Sangat jauh. Di bawah sini. Memperhatikanmu terus naik dan naik. Kalau-kalau kau tersandung, aku bisa menahanmu, agar tak jatuh. Tapi syukurlah, kau belum pernah jatuh, jangan sampai. Aku tak mau kau terluka karna jatuh.

Walaupun aku kesepian, walaupun aku lelah, walaupun kadang aku ingin menyerah, aku akan di sana. Berpikir apakah kau ingat ada aku? Apakah kau sudah gelap mata dan lupa bahwa aku seharusnya berjalan di sampingmu? Aku hanya bisa bermain dengan imajinasi. Serta berdoa agar kau tidak kelelahan. Hanya bisa begitu, tak bisa apa-apa lagi.

Tapi lama kelamaan kau makin...bagaimana aku menjelaskannya? Intinya, aku sudah sangat letih. Letih mendongak keatas sana, berharap aku bisa melihatmu lagi. Tidak, kau tak terlihat lagi. Dan kau, secara sadar, sengaja atau tidak, melangkah agar kita bisa lebih jauh lagi. Tap. Tap. Tap. Dua-tiga anak tangga sekaligus, tanpa pernah menengok kebawah. Lupa daratan.

Pandanganku keatas sana semakin lama semakin kosong. Seakan tak punya harapan lagi. Aku benar-benar lelah. Gravitasi di bawah sana terlihat sangat iri padaku, inginkan aku jatuh. Langkahku berat. Aku menangis. Terluka. Dan tak ada yang peduli, kecuali diriku sendiri. Aku sendirian. Kesepian. Ingin menyerah kalau terus begini. Sakit.

Aku tak ingin begini. Sama sekali. Gravitasi itu masih mengharapkan agar aku jatuh. Aku lemah. Berulang kali tersandung, aku bangkit lagi. Tanpa ada yang menopang. Sampai rasanya tak kuat lagi. Tega. Tenaga apa yang kau miliki sampai mampu sejauh itu? Katakan, bagaimana jika aku jatuh dan tak mampu bangkit? Terguling sampai dasar, apakah kau tetap tak akan menoleh?

0 komentar:

Posting Komentar